Peluang Jendral Gatot di Pilpres 2019
Travel 06 Apr 2018 860 ViewsHarianmomentum.com--Setelah
resmi purna tugas dari TNI, Gatot Nurmantyo yang sebelumnya pernah menduduki
jabatan sebagai Panglima TNI, mulai melirik dunia politik.
Langkah Gatot Nurmantyo terjun ke dunia politik tentu tidak
mudah. Gatot Nurmantyo tidak bisa hanya bermodalkan popularitas. Hal yang harus
dimiliki Gatot Nurmantyo untuk mewujudkan niat politiknya adalah mempunyai
partai politik pengusung, serta logistik
pendukung.
Saat ini koalisi partai politik yang mempunyai kursi di DPR
sudah mulai terbentuk. PDIP (109 kursi),
Golkar (91 kursi), PPP (39 kursi), Nasdem (35 kursi), Hanura (16 kursi), dengan
total 290 kursi atau 51,8% sepakat untuk mengusung Joko Widodo sebagai capres
pada Pilpres 2019.
Koalisi kedua adalah Gerindra (73 kursi) dan PKS (40 kursi)
dengan total 113 kursi atau 20,2% dari total kursi di DPR. Meskipun belum
deklarasi secara resmi, kedua partai ini kemungkinan pertama akan mengusung
Prabowo Subianto sebagai capres. Kemungkinan kedua Prabowo Subianto akan menjadi
king maker dan mengusung calon lain.
Partai lainnya adalah Demokrat (61 kursi), PAN (49 kursi) dan
PKB (47 kursi) dengan total kursi 28% dari jumlah kursi di DPR. Ketiga partai
ini jika berkoalisi dan membuat kubu tersendiri masih dimungkinkan, mengingat
jumlah kekuatannya memenuhi syarat untuk mengusung pasangan capres-cawapres.
Dengan arah koalisi yang sudah ada maka Gatot Nurmantyo
mempunyai beberapa pilihannya untuk dapat mengikuti Pilpres 2019. Peluang
pertama bagi Gatot Nurmantyo adalah menjadi capres dari koalisi partai dibawah
komando Prabowo Subianto. Peluang kedua menjadi cawapres dari koalisi partai
yang telah sepakat mengusung Joko Widodo sebagai capres. Peluang ketiga adalah
Gatot Nurmantyo memanfaatkan peluang partai-partai yang belum menentukan arah
koalisi yaitu Demokrat, PAN, dan PKB.
Dari ketiga peluang tersebut, peluang yang paling tinggi bagi
Gatot Nurmantyo untuk mendapatkan tiket adalah dengan menjadi capres dari
koalisi di bawah komando Prabowo Subianto. Arah ini semakin kuat dengan
indikasi hingga saat ini Prabowo Subianto belum melakukan deklarasi capres.
Indikasi kedua adalah kalkulasi politik selama ini yang kurang berpihak kepada
Prabowo Subianto. Dengan kompromi tertentu maka kemungkinan Prabowo Subianto
untuk memilih menjadi king maker dan mengusung Gatot Nurmantyo sebagai capres
dari koalisi Gerindra-PKS cukup realistis.
Kompromi tersebut akan menguras logistik yang cukup besar.
Logistik ini diperlukan untuk menggerakkan perahu Gerindra-PKS sebagai partai
pengusung dan logistik untuk menggerakkan massa pada saat pilpres. Jika Gatot
Nurmantyo dalam peluang tersebut di atas memilih cawapres seperti Tuan Guru
Bajang atau Mahfud MD, maka koalisi partai pengusung Joko Widodo layak untuk
cemas dan khawatir.
Gatot Nurmantyo dan cawapres Tuan Guru Bajang atau Mahfud MD
adalah kombinasi capres-cawapares yang nilai jualnya cukup tinggi di
masyarakat. Hambatan dari komposisi ini Tuan Guru Bajang adalah kader Partai
Demokrat, partai yang belum tentu mau berkoalisi dengan Gerindra atau PKS.
Sementara Mahfud MD adalah tokoh yang tidak mempunyai partai politik.
Peluang kedua bagi Gatot Nurmantyo adalah bergabung dengan Joko
Widodo. Meskipun dalam akhir karir militernya Gatot Nurmantyo terlihat berbeda
arah politik dengan Joko Widodo, namun peluang untuk bergabung dengan Joko
Widodo tetap masih ada. Tentu saja konsekuensi bagi Gatot Nurmantyo adalah akan
kehilangan sebagian besar dukungan dari masyarakat, yang sudah menjadi rahasia
publik bahwa pendukung Gatot Nurmantyo sebagian besar adalah oposisi dari
pemerintah.
Secara politik pasangan Joko Widodo-Gatot Nurmantyo akan
menguntungkan karena akan mengurangi basis massa yang selama ini menjadi
oposisi Joko Widodo. Hambatannya adalah resistensi dari kubu Joko Widodo terhadap
Gatot Nurmantyo. Resistensi ini sangat kuat mengingat dinamika politik yang
sudah terjadi sebelumnya menunjukkan Gatot Nurmantyo cenderung berbeda arah
dengan Joko Widodo. Hal tersebut pasti akan diingat sebagai catatan negatif
bagi Gatot Nurmantyo dari partai koalisi pengusung Joko Widodo.
Peluang terberat bagi Gatot Nurmantyo adalah membangun koalisi
dari partai Demokrat, PKB dan PAN. Hal ini dinilai berat karena Gatot Nurmantyo
akan berhadapan dengan kepentingan Agus Harimurti dan Muhaimin Iskandar. Selain
itu ketiga partai ini masih mempunyai kemungkinan untuk akhirnya bergabung
dengan koalisi yang sudah ada. Seandainya ketiga partai ini membentuk koalisi
dan mengusung Gatot Nurmantyo sebagai capres, maka konsekuensi politik dan
logistik yang akan ditanggung oleh Gatot Nurmantyo cukup besar.
Peluang Gatot Nurmantyo untuk maju pada Pilpres 2019 masuk cukup
realistis, dengan catatan Gatot Nurmantyo mampu meyakinkan koalisi partai untuk
mengusung dirinya. Tahapan mencari koalisi partai ini dapat dikatakan hampir
sama beratnya dengan tahapan untuk kampanye dan pemungutan suara pada Pilpres
2019 nanti.
Semakin banyak tokoh-tokoh politik baru yang muncul dalam
Pilpres 2019 nanti tentu saja semakin menunjukkan bahwa ada regenerasi dalam
demokrasi Indonesia. Meskipun demikian, kesinambungan pembangunan berkeadilan
yang sudah dilakukan pemerintah saat ini tetap perlu dijaga. Hal tersebut sangat penting mengingat orientasi
pembangunan yang sudah membaik perlu dipertahankan. Selain itu kepercayaan
warga negara Indonesia di berbagai penjuru kepada pemerintah yang semakin
membaik harus tetap dipertahankan. (*)
(*) Stanislaus Riyanta, mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia